Legimin Syukri

Lahir di Simalungun 21 Maret 1963. Alumni IAIN SU Fakultas Syariah. Pegawai Kemenag Kota Medan....

Selengkapnya
Navigasi Web
Perjalanan Menuju Serambi Makkah (3)
Masjid Kuta Batee (Sumber: acehplanet.com)

Perjalanan Menuju Serambi Makkah (3)

Perjalanan dari Medan menuju Serambi Makkah cukup melelahkan sekaligus mangasyikkan. Melelahkan karena lamanya dalam perjalan. Mengasyikkan karena jalan raya yang dilalui sangat mulus dan pemandangan di sisi jalan yang indah. Dalam perjalanan kami selalu mengambil istirahat di waktu shalat. Ketika waktu maghrib tiba, kami telah sampai di wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Kami istirahat melaksanakan shalat mahgrib sekaligus dijamak dengan isya. Di tempat kami singgah ini fasilitasnya sangat lengkap, karena ada mushalla tempat shalat berjamaah warga lingkungan, ada balai-balai tempat pertemuan antara kepala lingkungan dan warganya. Terlihat dari papan data yang berukuran besar di bahagian depan yang dibubuhi tiga tanda tangan kepala dusun. Tetapi ada juga suasana yang menyeramkan. Suasana yang mengingatkan semua orang kepada kematan. Di balai-balai ini juga disimpan keranda pengusung jenazah. Membuat bulu kuduk merinding. Tapi ini hal yang positif. Di bagian depan halaman mushalla terdapat meunasah yang bangunannya memiliki panggung seperti rumah adat. Di lantai bawah biasa dijadikan tempat bermain anak-anak. Sedangkan di panggungnya dijadikan tempat musyawarah untuk tiga warga dusun. Hampir lupa ada satu tempat lagi untuk dapur memasak air ketika membuat kopi dan teh. Terdapat juga kuali besar untuk memasak hidangan ketika ada pertemuan warga, dan menyiapkan berbuka puasa untuk jamaah ketika bulan Ramadhan tiba. Melihat bagian belakang terdapat kamar mandi yang luas terbagi tiga lokasi Kamar mandi dan tempa wudhu laki-laki, toilet tempat buang air dan tempat berwudhu yang sangat bersih. Tempat wudhu perempuan yang nyaman karena ditempatkan di sudut sebelah kanan jalan masuk menjorok ke dalam. Sehingga tidak terlihat oleh jamaah laki-laki yang melintas. Ada lagi satu tempat wudhu tradisional yaitu bak air yang berukuran besar yang isinya lebih dari dua kulah(lebih dari 500 liter air). Menurut hukum fikih boleh kita berwudhu dengan memasukkan anggota wudhu tanpa memakai gayung. Misalnya membasuh tangan sampai siku dengan cara memasukkan tangan ke dalam air tetapi tidak menjadikan air itu mustakmal disebabkan karena jumlahnya yang banyak. Bak air yang besar tersebut masih dipertahankan, karena dibutuhkan untuk mengantisipasi sewaktu-waktu jamaah membludak. Seperti pada hari-hari besar keagamaan: Mailid Nabi, Isra mi'raj, Idul Fitri, Idul Adha, jumatan, juga mengantisipasi ketika aliran listrik padam dan lain-lain. Bak berukuran besar yang seperti ini jarang dijumpai di masjid-masjid yang ada di Kota Medan. Fasilitas masjid yang benar-benar memikirkan kemashlahatan umat. Wallahu a'lam bisshawab wailallahi turjaul umur Baity jannati, 11 Nopember 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masya Allah, masjid luar biasa dengan fasilitas baik agar dapat laksanakan shalat dengan nyaman. Teruntai doa untuk Abah semoga rahmat Allah terlimpah dan barakallahu fiik

11 Nov
Balas

Perjalanan yang membahagiakan Ibu Siti, seperti ungkapan yang selalu kita dengar "Jauh berjalan banyak dilihat Lama hidup banyak dirasa".Barakallah sehat selalu

11 Nov



search

New Post